Pemilu Serentak 2024

19 Orang Daftar Jadi Calon Anggota DPD RI Dapil Babel, Ari: Publik Lebih Cerdas Menentukan Pilihan

19 orang mendaftar sebagai calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Daerah Pemilihan (Dapil) Bangka Belitung (Babel).

Penulis: Riki Pratama |
istimewa
Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung Ariandi A Zulkarnain. (IST/Ari) 

Produktifitas dan kinerja juga harus sejalan dengan ruang pertumbuhan aktivitas otonomi daerah yang terus ditumbuh kembangkan. Sejauh ini DPD masih sangat terbatas kontribusinya.

Mungkin tidak hanya bagi anggota DPD di Kepulauan Bangka Belitung, namun juga akumulasi keseluruhan yakni DPD-RI sebagai sebuah lembaga. Kinerja petahana akan terlihat dari keterpilihan mereka dalam periode mendatang, apakah publik sudah merasakan pembangunan dengan keberadaan para senator di DPD atau justru publik menginginkan penyegaran dalam komposisi anggota DPD yang ada hari ini.

Pertanyaan: Bagaimana pertarungan mantan bupati berebut kursi DPD, apakah mereka berusaha mencari panggung?

Jawaban : Sistem pemilu mendapatkan ketidakpastian hari ini terkait yudicial review baik proporsional tertuka dan tertutup, hal ini kemudian akan sangat berimplikasi terdapat ruang politik baik di daerah maupun nasional.

Setiap aktor politik sudah berhitung sejak awal untuk kemudian memutuskan diri masuk pada ruang tertarungan yang mana. 

Dalam nama yang beredar sebagai calon anggota DPD-RI beberapa diantaranya adalah mantan bupati (Darmansyah, Justiar Noer, dan Zuhri), hal ini tentu juga melalui kalkulasi dan perhiutungan yang logis terkiat keterpilihan dan ruang konstestasinya. 

Jalur independent dalam ruang DPD menjadi satu opsi paling rasional jika memang sistem politik akan berubah menjadi sistem pemilu dengan proporsional tertutup. 

Hal ini disebabkan mekanisme politik yang tentu sangat oligarki dalam ruang partai, dengan popularitas dan rekam jejak politik tentunya menjadi satu amunisi tersendiri kepada para mantan bupati untuk masuk ke parlmen melalui jalud DPD. Jika pemilu tetap dijalankan secara proporsional terbukapun tentu alasan alasan tadi juga masih cukup relevan jika dibawa dalam sistem porporsional terbuka. 

Mekanisme publik memilih hari ini masih diisi oleh kekuatan aktor sehingga dalam ruang kontestasi dalam jalur independent seperti DPD memori publik akan terhubung pada kekuatan ketokohan para aktor. Hal ini tentu menjadi sinyal bahwa ruang politik masih sangat catch all, atau dalam bahasa sederhana bahwa peluang terpilih masih sama selama aktor politik memiliki popularitas dan rekam jejak politik yang kuat.

Pertanyaan: Apa fungsi DPD, sepertinya tidak berguna?

Jawaban : Demokrasi merupakan satu teknologi politik hasil produk reformasi yang masih memiliki problematika seiring dengan dinamika politik kontemporer kian tumbuh dan berkembang. DPD menjadi satu cabang kekuasaan yang memiliki peran penguatan otonomi daerah dan desentralisasi dalam ruang intervensi politik parlemen menjadi keputusan politik dan kebijakan nasional. 

Tentu perdebatan fungsi DPD masih saja bergulir sampai hari ini, sampai dengan ditulisnya analisis ini, banyak sekali pakar dan akademisi lintas ilmu yang menyoroti kedudukan DPD baik dalam dalam kecamata hukum, pemerintahan maupun politik. 

Maka percakapan fungsi DPD harus masuk dalam sebuah agenda bersama yakni melakukan revitalisasi institusi demokrasi.

Dengan fungsi dan kewenangan yang terbatas maka membuat ruang gerak dan peran DPD tidak begitu dominan dalam fungsi ketata negaraan. 

Harapan bersar agar otonomi daerah dapat berjalan maksimal dalam sistem demokrasi masih terbatas dalam peran mengusulkan dan mengawasi pelaksanaan UU. 

Sumber: bangkapos.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved