Sidang Dugaan Korupsi Lahan Transmigrasi

Terungkap Ada Sertifikat di Lingkaran Perkara Korupsi Lahan Transmigrasi Jebus Digadai ke Rentenir

Teka teki keberadaan 105 persil sertifikat yang dinyatakan lebih di lingkaran perkara korupsi lahan transmigrasi Desa Jebus.

|
Penulis: Antoni Ramli | Editor: nurhayati
Bangkapos.com/Anthoni Ramli
Kaos biru, Afrinal saat menjadi saksi perkara Korupsi lahan transmigrasi desa Jebus, Kabupaten Bangka Barat di Pengadilan Negeri PHI / Tipikor Kelas 1A Pangkalpinang, Selasa (5/9/2023). 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Teka teki keberadaan 105 persil sertifikat yang dinyatakan lebih di lingkaran perkara korupsi lahan transmigrasi Desa Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tahun 2021 masih menimbulkan tanda tanya.

Pasalnya kelebihan 105 persil SHM yang diterbitkan BPN Bangka Barat itu, baru belasan barang bukti sertifikat yang berhasil disita penyidik Pidsus Kejari Bangka Bangka Barat.

Baca juga: Tren Uang Rupiah Jadi Buket, Bank Indonesia Perwakilan Bangka Belitung: Melanggar Undang-undang 

Baca juga: Awas Membuat Buket Uang Bisa Langgar Undang-Undang Lho, Simak Penjelasan BI

Baca juga: DPRD Babel Dukung Pengungkapan Dugaan Warga Dul Jadi Operator Judi Online di Kamboja

Sementara, puluhan sertifikat lainnya sampai saat ini belum diketahui kemana rimbanya.

Fakta mengejutkan kembali terkuak dijalannya sidang korupsi yang kerugian negaranya mencapai 5,4 miliar itu.

Di mana ada dua sertifikat yang telah sempat digadaikan ke seorang rentenir di wilayah Jebus.

Sertifikat tersebut atas nama Misroha dan Amoy.

Hal itu diungkapkan Afrinal, satu dari enam saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeridi Pengadilan Negeri PHI/Tipikor Kelas 1A Pangkalpinang, Selasa (5/9/2023).

Menurut Afrinal, dua SHM tersebut ia dapat dari tangan Risky seorang warga Parittiga, Kabupaten Bangka Barat.

Ihwalnya, Risky datang minta bantuan Afrinal supaya menggadaikan dua SHM yang diklaim miliknya.

"Awal si Risky ini datang ke tempat pangkas rambut saya minta tolong carikan rentenir yang mau menerima gadai sertifikat. Tadinya saya sempat curiga karena nama di sertifikat itu beda. Dia mengaku itu sudah dibelinya, terus waktu saya tanya mana bukti jual belinya katanya tidak ada," kata Afrinal mengawali kesaksiannya.

Awalnya rentenir tersebut menolak tawaran Risky.

Namun, dikarenakan Afrinal bersedia menjadi jaminan, rentenir itupun bersedia memberikan pinjaman.

"Tadinya rentenir itu tidak menerima, cuma karena saya sebagai penjamin akhirnya di setujui. Pinjaman pertama 3,4 juta nebusnya Rp 5 juta, yang kedua 2 juta nebusnya 3,5 juta," beber Afrinal.

Bulan pertama, Risky mulai ingkar.

Baca juga: Kerap Terjadi Kasus Karhutla, Pemda Bangka Tengah Bakal Tambah Armada Pemadam Kebakaran Tahun depan

Uang pinjaman hasil menggadaikan dua sertifikat tak kunjung dikembalikan.

Risky hanya sanggup membayar bunga pinjaman saat jatuh tempo di bulan pertama.

Alhasil, Afrinal harus memikul dan membayar sebagian pinjaman Risky tersebut kepada sang rentenir.

"Bulan pertama ia hanya bayar bunganya saja, mau tidak mau akhirnya saya juga yang bayarin karena rentenir itu tahu dengan saya," ungkap Afrinal. 

(Bangkapos.com/Anthoni Ramli)

 

 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved