Tribunners
MTQ dan Keteguhan Jiwa dalam Spirit Perjuangan di Tengah Krisis Multidimensi
MTQ adalah lebih dari sekadar tradisi. Ia adalah lentera di tengah badai kehidupan.
Oleh: Dr. Iqrom Faldiansyah, M.A. - Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam IAIN SAS Babel
KITA hidup di masa yang penuh ujian. Dunia seakan bergerak cepat tanpa arah yang pasti —krisis moral melanda, ekonomi tak menentu, nilai sosial kian rapuh, dan krisis spiritual membuat banyak orang kehilangan makna hidup.
Indonesia pun tidak luput dari pusaran krisis ini. Banyak dari kita yang merasa terombang-ambing di tengah gelombang perubahan yang begitu deras, mencari pegangan di antara nilai-nilai yang mulai luntur.
Namun, di tengah kegelapan itu, masih ada cahaya yang terus menyala. Salah satunya adalah Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) — sebuah tradisi bangsa yang telah berpuluh tahun menjadi ruang penyemaian cinta kepada Al-Qur’an. MTQ bukan hanya lomba membaca kitab suci, tetapi juga manifestasi keteguhan jiwa dan spirit perjuangan. Ia mengingatkan kita bahwa sekuat apa pun badai kehidupan, selama hati tetap berpegang pada firman Tuhan, kita tidak akan kehilangan arah.
Makna dan Esensi MTQ: Menyemai Cinta dan Cahaya Al-Qur’an
Sejak pertama kali diselenggarakan pada 1968 di Makassar, MTQ telah menjadi bagian dari denyut spiritual masyarakat Indonesia. Ia tumbuh menjadi ajang yang tidak hanya menonjolkan keindahan lantunan ayat suci, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kesabaran, keikhlasan, dan perjuangan.
Bagi para peserta, MTQ bukan sekadar kompetisi. Ia adalah perjalanan panjang — menuntut kesungguhan hati, latihan berjam-jam, dan pengorbanan yang tidak sedikit. Dalam proses itulah, jiwa mereka ditempa. Setiap huruf yang diucapkan, setiap makhraj yang disempurnakan, menjadi latihan spiritual yang meneguhkan hati dan menumbuhkan rasa cinta kepada Allah.
Bagi masyarakat yang menyaksikan, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an menghadirkan suasana damai yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh kegaduhan, MTQ menghadirkan ketenangan — seakan Al-Qur’an sedang berbicara langsung kepada nurani kita, mengingatkan bahwa di balik segala krisis, masih ada harapan.
Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwa ujian dan kesulitan adalah bagian dari kehidupan. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 155: “Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” Ayat ini seolah menjadi napas spiritual dari MTQ itu sendiri — mengajarkan kita untuk tegar, sabar, dan yakin bahwa setiap cobaan adalah jalan menuju kedewasaan jiwa.
Keteguhan Jiwa: Spirit Perjuangan yang Tak Pernah Padam
Keteguhan jiwa atau istikamah adalah inti dari perjuangan manusia. Ia bukan sekadar kesabaran pasif, tetapi kekuatan untuk tetap berdiri tegak ketika dunia bergetar di bawah kaki kita. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian beristikamahlah.” (HR. Muslim)
Dalam konteks kehidupan modern yang serba cepat, istikamah menjadi ujian berat. Banyak orang mudah menyerah ketika diuji, kehilangan arah ketika menghadapi tekanan, atau goyah ketika dihadapkan pada godaan. Padahal, keteguhan jiwa adalah benteng terakhir yang menjaga manusia dari keputusasaan.
Para qari dan qariah di panggung MTQ memberi teladan tentang hal itu. Mereka tidak hanya menghafal dan melantunkan ayat, tetapi juga menjalani proses panjang yang penuh disiplin dan pengorbanan. Dari sinilah kita belajar bahwa perjuangan sejati bukan hanya soal mengalahkan orang lain, melainkan menaklukkan diri sendiri — melawan rasa malas, ego, dan keraguan yang sering membelenggu.
Di tengah krisis moral dan sosial, keteguhan jiwa adalah sumber kekuatan. Bangsa yang jiwanya kuat tidak akan mudah dipecah, tidak akan mudah diombang-ambingkan oleh kepentingan sesaat. Dan MTQ menjadi salah satu wadah untuk menyalakan kembali api keteguhan itu — menghidupkan semangat perjuangan yang berakar dari keimanan dan cinta kepada Al-Qur’an.
MTQ: Ruang Transformasi Spiritual dan Sosial
MTQ tidak hanya mengubah individu, tetapi juga memiliki daya transformasi sosial yang luar biasa. Setiap kali digelar, suasana kota atau daerah penyelenggara seakan berubah: masjid ramai, masyarakat saling membantu, dan suasana religius terasa kuat. Semua berkumpul dengan semangat yang sama — memuliakan kalam Allah.
Di tengah dunia yang makin individualistis, MTQ mengajarkan makna kebersamaan dan persaudaraan. Orang dari berbagai suku, daerah, dan latar belakang berkumpul tanpa sekat. Mereka disatukan oleh satu suara yang sama: suara Al-Qur’an. Di sinilah kita bisa melihat wajah sejati Indonesia — damai, religius, dan bersatu dalam keberagaman.
Lebih jauh, MTQ juga menjadi wadah pembinaan generasi muda. Mereka dilatih tidak hanya untuk membaca dengan baik, tetapi juga memahami dan mengamalkan nilai-nilai Al-Qur’an. Generasi Qur’ani inilah yang diharapkan mampu menghadapi krisis zaman dengan hati yang kuat dan pikiran yang jernih.
Setiap pelaksanaan MTQ nasional adalah cermin dari energi spiritual bangsa. Ia membuktikan bahwa meski zaman berubah, cinta kepada Al-Qur’an tidak pernah pudar. Dan selama cahaya itu masih ada, bangsa ini tidak akan kehilangan arah.
Keteguhan Jiwa di Tengah Krisis: Belajar dari Kisah Para Nabi
Al-Qur’an penuh dengan kisah-kisah tentang keteguhan jiwa dalam menghadapi krisis. Nabi Yusuf a.s. tetap teguh meski difitnah dan dipenjara, Nabi Nuh a.s. terus berdakwah meski diabaikan oleh kaumnya selama ratusan tahun, dan Nabi Ibrahim a.s. tetap percaya kepada Allah meski diancam oleh penguasa zalim.
Kisah-kisah itu bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan cermin kehidupan kita hari ini. Di tengah krisis ekonomi, moral, atau sosial, kita pun dituntut untuk bersikap seperti mereka— sabar, berani, dan percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang teguh.
Keteguhan jiwa berarti tidak larut dalam pesimisme, tidak tenggelam dalam kecemasan. Ia adalah kemampuan untuk tetap berjalan, meski langkah terasa berat; untuk tetap percaya, meski keadaan tampak gelap. Dan inilah nilai yang diajarkan oleh Al-Qur’an, nilai yang dihidupkan kembali oleh semangat MTQ.
Bangsa Indonesia, dengan segala tantangan yang dihadapinya, membutuhkan keteguhan semacam ini. Bukan hanya keteguhan ekonomi atau politik, tetapi keteguhan moral dan spiritual — yang lahir dari keyakinan bahwa perubahan sejati dimulai dari hati yang berpegang pada kebenaran.
MTQ sebagai Lentera di Tengah Badai
MTQ adalah lebih dari sekadar tradisi. Ia adalah lentera di tengah badai kehidupan. Di saat dunia dilanda kegelisahan dan kehilangan makna, MTQ datang mengingatkan kita bahwa ketenangan sejati hanya bisa ditemukan ketika kita kembali kepada Al-Qur’an.
Keteguhan jiwa bukan berarti tidak pernah jatuh, melainkan kemampuan untuk bangkit setiap kali terjatuh -- dengan iman sebagai sandaran dan Al-Qur’an sebagai penuntun. Itulah spirit perjuangan yang sesungguhnya.
Krisis multidimensi yang kita hadapi hari ini seharusnya tidak membuat kita pesimistis, melainkan menjadi panggilan untuk memperkuat nilai-nilai Qur’ani dalam kehidupan: kejujuran, kepedulian, keadilan, dan kasih sayang. Seperti janji Allah dalam surah Al- Insyirah ayat 6: “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” Ayat ini mengajarkan optimisme yang lembut namun tegas: tidak ada badai yang abadi, dan tidak ada malam yang tidak berakhir dengan fajar.
Maka, selama suara Al-Qur’an terus bergema di bumi Indonesia — selama semangat MTQ terus hidup di dada umat — kita akan selalu punya alasan untuk percaya, bahwa bangsa ini masih bisa bangkit. Dengan keteguhan jiwa, dengan iman, dan dengan perjuangan yang tidak pernah padam. Wallahu A’lam. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20250608_Iqrom-Faldiansyah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.