Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Roy Suryo dan Rismon Sianipar Makin Berani : Jangan Main-main!

Roy Suryo dan Rismon Sianipar tak gentar meski baru menjadi tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi.

Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: Dedy Qurniawan
Tangkapan Layar Channel YouTube Langkah Update
TAK TAKUT - Roy Suryo dan Rismon Sianipar tak gentar meski baru menjadi tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi. 
Ringkasan Berita:
  • Roy Suryo dan Rismon Sianipar tak gentar meski baru menjadi tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi.
  • Roy Suryo balik mempertanyakan cara hukum bekerja dengan membandingkan perlakuan yang ia dapat dengan penanganan kasus relawan Jokowi, Silfester Matutina.
  • Sementara Rismon Sianipar mengingatkan polisi agar tak main-main dalam menangani kasus ini dan berjanji akan menuntut balik Rp126 Triliun jika apa yang dituduhkan pada mereka tak terbukti di persidangan.

BANGKAPOS.COM - Roy Suryo dan Rismon Sianipar tak gentar meski baru menjadi tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi.

Roy Suryo balik mempertanyakan cara hukum bekerja dengan membandingkan perlakuan yang ia dapat dengan penanganan kasus relawan Jokowi, Silfester Matutina.

Sementara Rismon Sianipar mengingatkan polisi agar tak main-main dalam menangani kasus ini dan berjanji akan menuntut balik Rp126 Triliun jika apa yang dituduhkan pada mereka tak terbukti di persidangan.

Dalam kasus tudingan ijazah palsu Jokowi ini, Roy Suryo rencananya akan diperiksa sebagai tersangka pada Kamis (13/11/2025).

Roy Suryo dipastikan akan datang untuk memberikan keterangan.

ROY SURYO VS JOKOWI - Roy Suryo dan Rismon Sianipar tak gentar meski baru menjadi tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi.
ROY SURYO VS JOKOWI - Roy Suryo dan Rismon Sianipar tak gentar meski baru menjadi tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi. (kolase istimewa Tribun Medan)

Pengacara Roy Suryo sekaligus pakar hukum, Ahmad Khozinudin, menegaskan bahwa timnya tetap tenang menghadapi proses hukum tersebut.

Ia memastikan Roy akan hadir memenuhi panggilan penyidik sebagai bentuk kepatuhan terhadap aturan negara.

Namun, Ahmad menyoroti adanya ketimpangan dalam penerapan asas hukum yang fundamental, yakni equality before the law atau kesetaraan di hadapan hukum.

Menurutnya, kasus yang menimpa Roy Suryo tidak diperlakukan secara setara dibandingkan dengan sejumlah tokoh lain.

Dalam pernyataannya, Ahmad menyinggung dua nama besar: relawan Presiden Jokowi, Silfester Matutina, dan mantan Ketua KPK, Firli Bahuri.

Ia menilai keduanya mendapat perlakuan berbeda dari aparat hukum.

Silfester Matutina, yang juga dikenal sebagai Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet), telah dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara karena kasus pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI.

Putusan Mahkamah Agung melalui kasasi nomor 287 K/Pid/2019 sudah inkrah sejak Mei 2019.

Meski demikian, hingga kini eksekusi terhadap Silfester belum dilakukan.

Kondisi ini, menurut Ahmad, menunjukkan adanya ketidakselarasan antara prinsip hukum dan praktik di lapangan.

“Sayangnya hari ini Polda dan aparat penegak hukum lainnya mempertontonkan satu tayangan hukum yang tidak elok sama sekali,” ujar Ahmad dalam program Prime Time News di kanal YouTube Metro TV, Selasa (11/11/2025).

“Ini jelas merusak kinerja hukum dan aparat penegak hukum dalam kasus yang dihadapi Roy Suryo dengan Silfester Matutina.”

Ahmad juga menilai kubu Jokowi terlalu fokus menuntut penahanan terhadap kliennya, sementara diam terhadap pelaksanaan putusan hukum Silfester.

“Kubu Jokowi selalu mengajukan tuntutan untuk melakukan penahanan terhadap klien kami. Padahal pada saat yang sama mereka bungkam terhadap posisi dari Silfester Matutina yang sudah inkrah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ahmad menambahkan bahwa bisa jadi pihak kepolisian berdalih bahwa urusan Silfester sudah menjadi kewenangan jaksa, bukan Polda.

Sementara, untuk Roy Suryo, kasusnya masih dalam tahap penyidikan.

Selain itu, Ahmad menyoroti kasus Firli Bahuri. Mantan Ketua KPK tersebut telah berstatus tersangka sejak November 2023 dalam dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Namun hingga kini, hampir dua tahun berselang, belum ada tindakan penahanan terhadap Firli.

“Namun, pada sisi yang lain kami juga santai-santai saja begitu, di kasus yang sama, Firli Bahuri yang sudah tersangka sampai hari ini pun Polda tidak melakukan tindakan penahanan,” ujar Ahmad.

Dengan membandingkan perlakuan terhadap Firli dan Silfester, Ahmad yakin bahwa Polda Metro Jaya tidak akan bertindak berlebihan terhadap Roy Suryo.

Ia beranggapan bahwa aparat kepolisian tentu tidak ingin mencoreng nama institusinya sendiri dengan tindakan yang dianggap tidak adil.

“Karena itu dengan asas persamaan di muka hukum, asas yang mempersamakan kedudukan warga negara di hadapan hukum, tidak membedakan apakah dia anggota kepolisian atau warga biasa, pro Jokowi atau kontra Jokowi, akan mendapatkan perlakuan hukum yang sama,” jelasnya.

Ahmad pun menutup pernyataannya dengan keyakinan bahwa Roy Suryo tidak perlu cemas terhadap kemungkinan penahanan.

“Dari dengan simpulan itu kami sih tidak terlalu khawatir bahkan dengan adanya penahanan. Karena Polda tentu tidak akan menelanjangi dirinya dengan melakukan upaya yang mempertontonkan ketidakadilan di hadapan rakyat,” ujarnya menutup.

Sementara ahli forensik digital ‎Rismon Sianipar kini balik menyerang ‎Polri setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan ijazah ‎Joko Widodo (Presiden ke-7).

Rismon menyatakan bahwa ia akan menuntut Polri sebesar Rp 126 triliun jika terbukti dirinya tidak bersalah.

“Saya minta kepada tim hukum ketika ini diuji di pengadilan dan tuduhan mengedit, memanipulasi dokumen ijazah Jokowi dengan cara tidak ilmiah ini tidak terbukti, ayo kita tuntut Polda Metro Jaya atau Polri sebesar Rp126 triliun, satu tahun anggaran kepolisian,” ungkap Rismon, melansir dari Tribunnews.

Rismon juga menegaskan bahwa penyidik tidak boleh asal menuduh hanya karena memiliki kekuasaan.

“Jangan main-main kalian menuduh kami hanya karena kalian (polisi) punya kuasa untuk menangkap.”

Menurut dia, pihak kepolisian setidaknya wajib memaparkan siapa ahli forensik digital mereka yang menilai bahwa penelitian Rismon terkait ijazah Jokowi tidak ilmiah.

Dia bahkan menantang ahli tersebut untuk terbuka dalam debat publik tentang analisis dokumen.

“Ilmiah itu terbuka, bisa diuji oleh orang lain. Bukan di ruang penyidikan, di depan penyidik yang enggak tahu apa-apa bidang ini, goblok itu namanya,” tegasnya.

Rismon dengan tegas meminta agar proses pembuktian keaslian ijazah Jokowi dilakukan di depan publik, bukan hanya di ruangan penyidik tertutup, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas yang bisa diuji oleh pihak ketiga.

Rismon ditetapkan bersama tujuh orang lainnya, termasuk pakar telematika ‎Roy Suryo dan dokter ‎Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal sebagai dokter Tifa.

Para tersangka diduga melakukan upaya menghapus atau menyembunyikan informasi elektronik maupun dokumen, serta memanipulasi dokumen agar tampak asli.

Mereka dijerat dengan Pasal 27A dan Pasal 28 dari ‎Undang‑Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dari ‎Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik dan ujaran kebencian, ancaman pidananya hingga enam tahun penjara.

Namun bagi Roy Suryo, Rismon dan dokter Tifa, ancamannya dikabarkan lebih berat.

Menariknya, dalam penetapan tersangka ini, polisi tidak menyertakan ijazah asli Jokowi sebagai bukti.

Sebelumnya, Jokowi beberapa kali menegaskan bahwa ia tidak akan menunjukkan ijazah aslinya kepada publik, hanya siap menyajikannya di persidangan.

(Surya/ Bangkapos.com)

Artikel ini telah tayang di Surya

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved