Tribunners
Laut Terkurung, Nelayan Lumpuh: Analisis Hukum Internasional terhadap Blokade Israel di Gaza
Blokade yang dilakukan oleh Israel bertentangan dengan prinsip military necessity, proportionality, dan distinction
Meskipun San Remo Manual tidak mengikat secara hukum, namun ketentuannya diakui secara luas sebagai cerminan dari curtomary international law dalam konflik bersenjata laut sebagaimana yang ditegaskan oleh International Committee of the Red Cross (ICRC) dan Cambridge Manual on International Law of Armed Conflicts (2001).
Bagian V – Measures Short of Attack: Blockade menjadi acuan dalam sah atau tidaknya sebuah blokade. Blokade yang dilakukan oleh Israel dengan melarang nelayan lokal melakukan aktivitas jelas telah melanggar Pasal 93. Hal ini dikarenakan pasal tersebut menganggap sah blokade jika diumumkan secara resmi dan tujuannya murni militer, bukan untuk menekan penduduk sipil. Pelarangan terhadap nelayan jelas merupakan sebuah bentuk penekanan penduduk sipil, maka dengan itu Israel melanggar Pasal 93.
Selain itu, dalam Pasal 98 juga mengatakan bahwa sebuah blokade tidak boleh menyebabkan kelaparan, kemiskinan ekstrem, atau menghalangi mata pencaharian warga sipil sehingga ini jelas bertetangan dengan apa yang dilakukan oleh Israel terhadap nelayan lokal Gaza. Terakhir dalam aturan ini di Pasal 104 yang berisikan prinsip kemanuaan, kali ini kekerasan terhadap nelayan Gaza sampai dengan penembakan dan meyebabkan cedera terhadap nelayan jelas bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Dengan demikian, blokade yang dilakukan oleh Israel dalam hal ini juga tidak dibenarkan.
Lebih jauh lagi, dalam konteks HAM internasional, blokade yang menimbulkan kelaparan dan penderitaan luas dapat dikualifikasikan sebagai hukum kolektif, yang dilarang oleh Pasal 33 Konvensi Jenewa IV 1949. Hukuman kolektif terhadap penduduk sipil dianggap sebagai kejahatan perang karena tidak membedakan antara kombatan dan non-kombatan.
Oleh sebab itu, banyak ahli hukum internasional menilai bahwa blokade Israel terhadap Gaza telah melampaui batas legalitas yang diakui dalam hukum internasional. Blokade yang dilakukan oleh Israel terhadap Gaza dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum internasional, karena dampaknya yang luas terhadap hukum internasional, terutama terhadap penduduk sipil.
Berdasarkan pemenuhan prinsip-prinsip hukum internasional, blokade yang dilakukan oleh Israel bertentangan dengan prinsip military necessity, proportionality, dan distinction yang menyatakan bahwa harus memiliki tujuan yang sah, sepadan, dan tidak ditunjukan kepada penduduk sipil. Pertama tujuan militer yang diklim Israel untuk mencegah penyaluran atau penyeludupan senjata ke Gaza, tidak dapat dijadikan dasar pembenaran yang absolut untuk menutup akses terlebih sampai melarang nelayan lokal untuk melakukan aktivitas.
Dalam segi prinsip proporsionality sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 Ayat (5) hurif (B) Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977, tindakan Israel tidak memberikan keseimbangan antara kebutuhan militer dan perlindungan terhadap penduduk sipil karena malah merugikan para nelayan Gaza dengan menghancurkan kapal-kapal nelayan.
Terkahir dari segi distinction, blokade Israel gagal membedakan antara target militer dan penduduk sipil. Blokade diberlakukan secara menyeluruh terhadap seluruh wilayah Gaza- termasuk pelabuhan sipil-tanpa dasar hukum yang jelas untuk membedakan antara ancaman militer dan kebutuhan kemanusiaan.
Sejumlah pakar hukum internasional, seperti Richard Falk, Mary Ellen O’Connell, dan Ton Ruys, menilai bahwa blokade Israel bersifat ilegal secara substantif dan prosedural. Flank (2011) bahkan menyebutkan “a continued siege that amounts to collective punishment under the guise of security”. Oleh karena itu, blokade ini tidak hanya melanggar prinsip dasar UNCLOS tentang kebebasan laut lepas, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang di bawah Statuta Roa Pasal 8 ayat (2) (b)(xxv), yaitu ‘menjadikan kelaparan penduduk sipil sebagai metode peperangan.”
Meskipun awalnya blokade laut dilakukan oleh Israel terhadap Gaza sejak tahun 2007 hingga kini telah melampaui batas legalitas yang diakui dalam hukum internasional. Meskipun Israel beralasan bahwa blokade tersebut dilakukan demi alasan keamanan nasional dan untuk mencegah penyelundupan senjata, namun penerapan yang bersifat menyeluruh terhadap penduduk sipil daan bantuan kemanusiaan menjadikannya bertentangan dengan prinsip-prinsip utama hukum humaniter internasional, khususnya prinsip proporsionalitas, pembedaan, dan kemanusiaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa blokade laut terhadap Jalur Gaza tidak dapat dibenarkan menurut hukum Internasional, baik dari aspek legalitas formal (karena tidak mendapat Dewan Keamanan PBB) maupun legalitas materiel (karena menimbulkan penderitaan luas bagi penduduk sipil). Oleh sebab itu, blokade tersebut harus dipandang sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.